Struma sebagai Manifestasi Klinis dari Hipertiroidisme


Mekanisme yang berjalan di dalam tubuh manusia tersebut diatur oleh dua sistem pengatur utama, yaitu: sistem saraf dan sistem hormonal atau sistem endokrin (Guyton & Hall 1997, h. 1159). Pada umumnya, sistem saraf ini mengatur aktivitas tubuh yang cepat, misalnya kontraksi otot, perubahan viseral yang berlangsung dengan cepat, dan bahkan juga kecepatan sekresi beberapa kelenjar endokrin (Guyton & Hall 1997, h. 703).

Sedangkan, sistem hormonal terutama berkaitan dengan pengaturan berbagai fungsi metabolisme tubuh, seperti pengaturan kecepatan rekasi kimia di dalam sel atau pengangkutan bahan-bahan melewati membran sel atau aspek lain dari metabolisme sel seperti pertumbuhan dan sekresi (Guyton & Hall 1997, h. 1159). Hormon tersebut dikeluarkan oleh sistem kelenjar atau struktur lain yang disebut sistem endokrin (Dorland 2002, h. 2162).

Salah satu kelenjar yang mensekresi hormon yang sangat berperan dalam metabolisme tubuh manusia adalah kelenjar tiroid. Dalam pembentukan hormon tiroid tersebut dibutuhkan persediaan unsur yodium yang cukup dan berkesinambungan. Penurunan total sekresi tiroid biasanya menyebabkan penurunan kecepatan metabolisme basal kira-kira 40 sampai 50 persen di bawah normal, dan bila kelebihan sekresi hormon tiroid sangat hebat dapat menyebabkan naiknya kecepatan metabolisme basal sampai setinggi 60 sampai 100 persen di atas normal (Guyton & Hall 1997, h. 1187). Keadaan ini dapat timbul secara spontan maupun sebagai akibat pemasukan hormon tiroid yang berlebihan (Price & Wilson 1991, h. 337-338).

Dalam hal ini, diperlukan pengenalan akan aspek kerja hormonal yang bersifat umum dan pemahaman tentang efek fisiologik serta biokimiawi hormon yang terkait sehingga memudahkan kita untuk mengenali penyakit endokrin yang terjadi karena gangguan keseimbangan hormonal dan mampu menerapkan terapi yang efektif.

Hipertiroidisme dan Hipotiroidisme
Hipertiroidisme dapat didefinisikan sebagai respon jaringan-jaringan terhadap pengaruh metabolik terhadap hormon tiroid yang berlebihan (Price & Wilson 1991, h. 337). Gambaran klinisnya timbul akibat kelebihan hormon tiroid (T4 dan/atau T3). Sedangkan hipotiroidisme adalah kadar hormon tiroid di sirkulasi rendah, baik dalam bentuk T4 maupun T3 (Rubenstein, Wayne & Bradley 2007, h. 162-164).
Penyebab hipertiroidisme bermacam-macam (Tabel 1). Penyakit Graves adalah bentuk hipertiroidisme yang paling umum dengan tanda pada mata dan gejala-gejala toksik yang menyertai suatu pembesaran difus kelenjar tiroid (wanita : pria = 5 : 1) dengan antibodi dan kadang-kadang miksedema pretibia (Rubenstein, Wayne & Bradley 2007, h. 162).
Manifestasi klinis yang paling sering adalah penurunan berat badan, kelelahan, tremor, gugup, berkeringat banyak, tidak tahan panas, palpitasi, dan pembesaran tiroid (Tabel 2) (Mansjoer et al. 2000, h. 594).

Grave Disease

Hipertiroidisme pada penyakit Grave adalah akibat antibodi reseptor TSH yang merangsang aktivitas tiroid (Noer (eds.) 1996, h. 767). Pada penyakit Grave terdapat gambaran utama, tiroidal dan ekastratiroidal, dan keduanya mungkin tidak tampak. Ciri-ciri tiroidal berupa goiter, diakibatkan oleh hiperplasia kelenjar tiroid dan hipertiroidisme yang diakibatkan karena sekresi hormon yang berlebihan. Manifestasi ekstratiroidal berupa oftalmopati dan infiltrasi kulit lokal yang biasanya terbatas pada tungkai bawah.
Jaringan orbita, dan otot-otot mata diinfiltrasi oleh limfosit, mata sel dan sel-sel plasma yang mengakibatkan eksoftalmus (proptosis bola mata: bola mata menonjol keluar), okulopati kongestif dan kelemahan gerakan ekstraokuler.

Diagnosis
Sebagian besar pasien memberikan gejala klinis yang jelas, tetapi pemeriksaan laboratorium tetap perlu untuk menguatkan diagnosis (Mansjoer et al. 2000, h. 595).
Pemeriksaan yang banyak dilakukan adalah untuk mengetahui etiologi kelainan tiroid adalah penentuan antibodi antitiroid, yaitu untuk menegakkan diagnosis penyakit tiroid autoimun. Pemeriksaan lainnya berkaitan dengan patofisiologi kelainan yang terjadi (Tabel 3) (Noer (eds.) 1996, h. 734). Menurut Bayer MF, pada pasien hipertiroidisme akan didapatkan TSH sensitive (TSHs) tak terukur atau jelas subnormal dan free T4 (fT4) meningkat (Mansjoer et al. 2000, h. 595).

Penatalaksanaan Grave Disease
Tujuan pengobatan hipertiroidisme adalah membatasi produksi hormon tiroid yang berlebihan dengan cara menekan produksi (obat antitiroid) atau merusak jaringan tiroid (yodium radioaktif, tiroidektomi subtotal) (Noer (eds.) 1996, h. 770).
1. Obat antitiroid
Digunakan dengan indikasi:
a. Terapi untuk memperpanjang remisi atau mendapatkan remisi yang menetap, pada pasien muda edngan struma ringan sampai sedang dan tirotoksikosis.
b. Obat untuk mengontrol tirotoksikosis pada fase sebelum pengobatan, atau sesudah pengobatan pada pasien yang mendapat yodium radioaktif.
c. Persiapan tiroidektomi.
d. Pengobatan pasien hamil dan orang lanjut usia.
e. Pasien dengan krisis tiroid.
Obat antitiroid yang sering digunakan adalah karbimazol, metimazol dan propiltiourasil. Ketiga obat ini mempunyai kerja imunosupresif dan dapat menurunka konsentrasi TSH antibody yang bekerja pada sel tiroid.
2. Pengobatan dengan yodium radioaktif
Digunakan dengan indikasi:
a. Pasien umur 35 tahun atau lebih.
b. Hipertiroidisme yang kambuh sesudah operasi.
c. Gagal mencapai remisi sesudah pemberian obat antitiroid.
d. Tidak mampu atau tidak mau pengobatan dengan obat antitiroid.
e. Adenoma toksik, goiter multinoduler.
Efek samping adalah hipotiroidisme, eksaserbasi hipertiroidisme, dan tiroiditis.
3. Operasi
Digunakan dengan indikasi:
a. Pasien umur muda dengan struma besar serta tidak berespons terhadap obat antitiroid.
b. Pada wanita hamil (trimester kedua) yang memerlukkan obat antitiroid dosis besar.
c. Alergi terhadap obat antitiroid, pasien tidak dapat menerima yodium radioaktif.
d. Adenoma toksik atau struma multinodular toksik.
e. Pada penyakit Graves yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul.
4. Pengobatan tambahan.
a. Sekat β adrenergik
b. Yodium
c. Ipodat
d. Litium

Link terkait:
Wanita Cantik Bergondok (kasus)
Kelenjar tiroid penting untuk tubuh
Lampiran

DAFTAR PUSTAKA

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 1996, Jilid I, Edisi ketiga, Editor Kepala: Sjaifoellah Noer, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
Dorland, W.A. Newman, 2002, Kamus Kedokteran Dorland, Edisi 29, trans. Huriawati Hartanto, EGC, Jakarta.
Guyton, Arthur C. & John E. Hall, 1997, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 9, Editor: Irawati Setiawan, EGC, Jakarta.
Mansjoer et al., 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, cetakan 1, Media Aesculapius, Jakarta.
Price, Sylvia Anderson & Lorraine McCarty Wilson, 1991, Patofisiologi: Konsep Klinik Proses-proses Penyakit, Edisi 2, Alih bahasa: Adji Dharma, EGC, Jakarta.
Rubenstein, David, David Wayne & John Bradley, 2007, Lecture Notes: Kedokteran Klinis, Edisi 6, trans. Annisa Rahmalia, Erlangga, Surabaya.




0 comments:

Post a Comment